Kurikulum ITB memang dibuat agar mahasiswanya susah keluar dari ITB. Bagaimana tidak?Segunung tugas yang datang bertubi-tubi membuat mahasiswanya tak bisa berkutik selain menyelesaikannya (baik dengan sepenuh hati ataupun dengan copy paste) . Tuntutan nilai yang tinggi pun tidak hanya datang dari para dosen tapi juga dari tingkat kompetisi antar mahasiswa yang semakin ketat. Belum lagi beban sks kuliah yang seringkali tidak sesuai dengan faktanya. Beban 1 sks praktikum di SITH misalnya, bisa menghabiskan waktu mahasiswa lebih dari 5 jam untuk praktek, buat jurnal dan buat laporan.
Selain itu, kurikulum ITB sekarang juga terintegrasi. Maksudnya teori yang lo dapat selama kuliah S1 kurang spesifik sehingga harus dilanjutkan ke jenjang S2 dan S3. Integrasi ini membuat lulusan S1 ITB 'terjebak' untuk meneruskan S2 di ITB yang mahal (Rp 350.000/sks dengan biaya tetap per semester antara Rp 3 juta-Rp 6 juta). Kurikulum prodi gw misalnya, tidak membuat gw lulus sebagai ahli biologi kecuali gw meniti ilmu teruss sampe S3.
Beberapa orang juga mengeluhkan kurikulum di prodi masing-masing, sperti T.Lingkungan yang beban mata kuliah wajibnya sangat banyak (sampai semester 7), Kriya Tekstil yang beban sks Studio dan Kolokiumnya lebih sedikit dari waktu pengerjaannya, T.Industri yang jarang bisa lulus tepat 4 tahun, T.Mesin yang memiliki beberapa mata kuliah susah lulus (harus 2 ato 3 kali diulang). Hampir semua mahasiswa pasti mengeluhkan hal yang serupa.
Kurikulum ITB akan berganti tahun 2008, tapi tampaknya hal-hal di atas akan terus berlanjut tanpa perubahan yang berarti.. Mungkin pressure-nya akan bertambah atau tuntutannya semakin banyak. Tapi kata seorang dosen, tanpa tekanan mana bisa disebut ITB? Ha................ha.........................ha........................ha......
10.2.07
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment