31.1.07

Balada Ibu Jum

Ini cerita yang selalu ingin tertuang, tapi bingung harus ikut bercerita dimana. Jadinya, gw tuangkan di sini saja ya?

Sabtu pagi, 20 Januari 2007 gw yang masih rajin-rajinnya mengurus bayi-bayi Bacillus (nama sejenis bakteri batang) tergesa-gesa meninggalkan laboratorium untuk meliput acara PS ITB Futsal Challenge. Sebuah suara lembut tiba-tiba memanggil gw dari kejauhan. Saat gw menoleh, seraut muka ibu penjual gorengan muncul di hadapan gw. Sebuah percakapan kecil pun terjadi:
Ibu gorengan (IG): Neng, Ibu sudah gak jualan lagi...
Gw : (seketika trenyuh) Iya, Bu. Saya sudah dengar dari Ridwan*).
IG : Iya neng, padahal Ibu sudah 10 tahun jualan di sini...
Gw : Saya dengar gak boleh sama rektorat ya Bu? Maaf, bu. Saya tidak berbuat apa-apa
IG : Enggak apa-apa, neng. Ibu sih enggak apa-apa. Tapi Ibu pasti kangen sama anak-anak. Sama eneng, sama semuanya... (air mata ibu mulai turun membuat hati gw teriris)
Gw : Ibu.. sudah,sudah (niatnya meredakan tangis, tapi malah hampir nangis)
IG : Bener, neng. Ibu mah sudah nganggap anak-anak seperti anak sendiri. Rasanya sedih...kalo nanti ga ketemu anak-anak lagi. (air mata ibu semakin tak terhenti)
Gw : Ibu, kami juga nanti kangen sama ibu.. Saya minta maaf ya bu, kalo ada salah-salah.
IG : Enggak..enggak apa. Ibu juga minta maaf, neng. Ibu juga nggak tahu sekarang mau jualan di mana lagi.. Masa enggak ada tempat buat ibu jualan, ya..di mana gitu neng..
Gw : Lho, bukannya mau diusahain sama Atid**) dan Diaz ***), pasti bisa Bu! Ibu pasti jualan di sini lagi.
IG : Ah, enggak tahulah neng. Kata yang di atas mah, udah enggak bisa lagi.
Gw : Masa sih? Pasti diusahain kok sama anak2. Yang sabar ya Bu, sabar..
IG : Iya... eneng baek-baek ya..jaga diri
Gw : Iya..Ibu juga ya..

Sebuah percakapan ini membuat gw nyadar, bahwa kepedulian gw pada sekitar = 0! Untuk diketahui, ibu gorengan dalam percakapan ini namanya Ibu Jumiati (gw pun baru tau namanya setelah percakapan ini). Ibu Jum biasa jualan di samping himpunan mahasiswa Biologi Nymphaea, jualan gorengan sampai nasi bungkus. Kehadiran Bu Jum membuat perut anak-anak Labtek Biru (TekKim, GM, Bio dan Material) tak pernah keroncongan.

Sayangnya, Biro Sarana dan Prasarana ITB melarang Bu Jum jualan lagi. Alasannya, kehadiran Bu Jum mengganggu, membuat kotor, mengurangi jatah listrik dan air kampus serta melanggar instruksi rektor. Alasan ini tidak dapat dibenarkan, mengingat Ibu Jum yang tiap hari selalu menyapu daerah sekeliling Nymphaea (mulai tangga helix sampe himpunan sebelah). Ibu Jum juga rajin mengganti tempat sampah dan tidak menggunakan tenaga listrik kampus. Ibu Jum pun hanya menggunakan beberapa liter air untuk cuci piring. Kehadiran Ibu Jum justru membuat mahasiswa Labtek Biru senang, karena Ibu Jum juga ikut menjaga keamanan selasar. Argumen-argumen ini tidak mendapat tanggapan berarti dari Sapras maupun LPKM.

Ridwan *) sang Biwir a.k.a Bibir, Atid**) sang kadiv Bisnis Nymphaea, Dias***) ka'fuckin'him Nymphaea pun memberikan pembelaan bahwa kegiatan usaha Ibu Jum berada di bawah Divisi Bisnis Nymphaea. pembelaan ini pun dibantah oleh pihak LPKM, bahwa himpunan mahasiswa dan unit tidak boleh memiliki unit usaha. "Kalau kalian butuh, kita bisa berikan Rp 1 juta per tahun," tutur seorang petinggi LPKM (yang namanya pernah dicatut dlm blog ini). Sejuta buat apa ya? eh?

Nasib Ibu Jum kini tengah diperjuangkan terus oleh divisi Bisnis Nymphaea. Dengan dukungan SITH, tempat jualan baru untuk Ibu Jum tengah dinegosiasikan dengan pihak Sapras. Harapannya, Ibu Jum tidak kehilangan mata pencaharian satu-satunya dan dapat menyekolahkan anaknya.

Cerita kantin SR yang tergusur kembali terulang di sini, hasilnya tetap sama...perut mahasiswa kembali keroncongan. Ingin makan di kantin, harganya kemahalan. Aih!


2 comments:

Anonymous said...

Sejuta per tahun? Kenapa gak direalisasikan langsung ya? Malah jadi janji doang. Payah emang birokrat ituh...

Oh ya salam kenal dari saya...

Anonymous said...

Yang kaya gini knp ga ditulis di itb.ac.id? Lu wartawan di situ kan?

Daripada cm buat ajang narsis tu website.