23.6.06

Ng-Inggris

Semalam gwa mengunjungi toko buku Gunung Agung. Sekedar ingin melihat buku-buku sastra baru. begitu banyak novel-novel baru karya anak Indonesia.. tapi mengapa semua judulnya berbahasa inggris??
Buku-buku dengan format novel yang sama juga ada di Gramedia. Semuanya menggunakan judul bahasa inggris. Padahal, kebanyakan pengarangnya masih duduk di bangku sekolah SMU atau kuliah.
Sangat disayangkan, saat karya-karya indah indonesia kita ternodai oleh bahasa asing. Tipe tulisannya pun terkesan meniru chicklit luar negeri. Padahal, tipe tulisan indonesia lebih indah dalam bahasa
dan gaya. Bagi gwa en setahu gwa, Indonesia sangat kaya akan kata-kata dan gaya bahasa. Mulai bahasa adat, bahasa prokem, bahasa tulisan sampai bahasa resmi. Bahasa kita pun begitu mudah melesap dalam bahasa asing menjadi bahasa baru, yang tak kalah indah.
Bahasa Indonesia sangat luwes menandakan makna dan sangat detail menjabarkan definisi. Mungkin ia tidaklah singkat atau efisien seperti bahasa Inggris tapi mudah untuk digunakan. Kata-kata dalam bahasa Indonesia pun indah, tidak monoton
seperti bahasa Inggris. Ada banyak kata yang tak termakna dalam bahasa Inggris. Jika banyak pengarang muda sekarang lebih senang menggunakan bahasa Inggris, mungkin alasannya sama seperti kata seorang teman,"Biar keren pake bahasa inggris dong!"
Hmmh,,sayang sekali bukan? Bahasa orang lain dianggap lebih keren daripada bahasa sendiri.Sangat mengherankan, bahasa sendiri yang jelas-jelas lebih beragam dibilang kurang keren dari bahasa inggris. Inilah mental peninggalan Belanda yang masih saja
menggelayuti anak-anak muda sekarang. Mental tidak pede dengan bangsa sendiri. Seakan tidak sadar-sadar juga akan kekayaan bumi nusantara ini. Malu pada bangsa yang dibanggakan negara lain. Ironis.

Gwa pun mengakui bahwa lidah ini sering melontarkan bahasa inggris pula. Tapi tidak lantas menjadikannya patokan sebuah tren [bahasa inggris yang seringkali dianggap bahsa gaul]. Bahasa inggris punya peran yang sama dengan bahasa indonesia, sebagai alat komunikasi. Alat perangkai arti dalam komunikasi sehari-hari.Tapi fungsi ini akan sangat berbeda saat
dipakai dalam sebuah karya milik individual atau golongan. Bahasa merupakan identitas pemrakarsa. Saat karya-karya anak bangsa kita di'bajak' oleh bahasa inggris, bukankah ini berarti karya itu tidak lagi beridentitas RI? Karya anak bangsa yang begitu indah pun terasa tak bernilai lagi saat menggunakan
judul bahasa inggris..Seharusnya kita bisa berpikir lebih sederhana: pengarangnya orang indonesia, isi tulisannya indonesia, tapi kok masih juga ngotot pakai judul inggris? Atau seperti kata-kata orang dulu:masih makan tempe tahu, kok pakai bergaya bule segala?
Jika kemudian selera pasar menjadi alasan, ini tidak juga dapat dibenarkan. Konsumen baca Indonesia memang lebih suka membaca tulisan karya asing (termasuk gwa sendiri). Tapi bukan karena judulnya berbahasa inggris. Justru isi yang berbobot yang dicari. Judul yang menarik mionat baca pun seringkali membuat konsumen seperti gwa melirik karya pengarang lokal.
Seperti "Larung", "Cala Ibi", "Filosofi Kopi", "Priyayi", dsb. Konsumen baca yang menyukai karya pengarang lokal sebenarnya sangat luas. Tidak perlu sampai harus menggunakan bahasa inggris sebagai alat memasarkan. KOnsumen seperti gwa (ada banyak yang berpikiran sama) malah mencibir karya indonesia yang sok 'ngingris' (ng-Inggris) ini. Prosa Indonesia
itu unik dan menjadi warna muka bangsa. Rasanya pengarang-pengarang muda sekarang lebih senang mencoreng muka prosa Indonesia dengan bahsa asing. Satir.

Begitu jengah,,Sebingkai keindahan yang ternodai setitik benda asing.

2 comments:

upi said...

hidup Bahasa!!!

kangen indo neh moth,
kapan ya bisa pulang?!?!

Anonymous said...

You have an outstanding good and well structured site. I enjoyed browsing through it »